Senin, 06 Januari 2025
APAKAH ANDA BERPIKIR SPIRITUAL SEBAGAI INSTRUMEN MANAJEMEN?
Gambar ini saya unduh di Pinterest, yang di upload oleh Ida Ayu Hartati, mohon ijin saya share, dipakai sebagai media pembelajaran. terima kasih.
Yuk, kita langsung ke materinya. Saya terlahir berkulit sawo mateng bersih. Teman akrab saya, berkulit putih pucat, seperti seprai hotel yang setiap dua hari di ganti. Dahiku berkerut karena usia, namun ototku lumayan kendor, setengahnya masih kencang. Saya percaya, tua muda takarannya bukan umur, tetapi otot, kata orang-orang di negeri Barat. Begitu juga dengan temanku, pipinya peot, ototnya lumayan sih.
Apakah kontras fisik menghalangi pertemanan? Bila anda jawab ya, berbondong-bondong khalayak umum membentak anda. Namun, faktanya kita kadang risih dengan kontras itu. Apakah kontras indah sebagai khayalan, buruk sebagai fakta.
Siapakah yang salah? Tidak ada salah, benar juga tidak ada. Mengapa? Karena kontras adalah landasan dasar guna jaga kehangatan pertemanan. Langkah ini diambil sebagai rangkaian usaha yang sukses dalam menyelinapkan nilai-nilai spiritual sebagai instrumen manajemen yang lentur.
Spiritual jangan diartikan sempit, dia samudra dalam. Mustahil untuk mengingkarinya. Terus, bagaimana meletakkan spiritual yang elok? Ini penting di bahas. Pendeknya, spiritual itu sesuatu yang “given”, sesuatu yang ada, jauh sebelum kamu ada. Jadi, terima saja sebagai sesuatu yang bebas, di kampus dikenal sebagai variabel bebas. Dikatakan bebas, karena dia telah ditempa oleh peradaban, dan masih tegak dan lurus.
Lebih mendalam, bisa juga kok, anda selipkan sebagai variabel intervening atau penghubung antara variabel bebas dan terikat. Sebagai jembatan, dia berfungsi sebagai jembatan dalam mengurangi ketidakpastian dalam menata suatu organisasi. Lebih asik lagi, dia sebagai variabel moderasi, menguatkan ataukah melemahkan pengaruh di antara variabel bebas dan terikat. Ataukah anda letakkan dia sebagai variabel tujuan, atau terikat. Nah, konsep ini spiritual sebagai persembahan, alias panggilan.
Jadi, spiritual sangat lentur. Mengapa bisa dikatakan begitu? Ya karena “given”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
dari judul bukunya saja sudah sangat menarik, apalagi dengan sedikit deskripsi diatas , jika ditanya apakah berpikir spiritual sebagai instrumen manajemen?
BalasHapusmenurut saya iya karena spiritual merupakan kekuatan dalam diri kita sendiri yang nantinya bisa menentukan arah tujuan kita masing masing, membantu memahami nilai-nilai dan tujuan hidup, sehingga meningkatkan kesadaran diri dan keputusan yang lebih bijak.
sukses dan terus berkarya pak dharma, semoga karya tulis ini bermanfaat untuk semua kalangan khususnya bagi mahasiswa 👍
bagus, mulai puitis ya, hehehehe
Hapuskonsep spiritualitas sebagai instrumen manajemen yang fleksibel itu menarik, apalagi dengan pemahaman bahwa spiritual itu sudah “given” dan bisa ditempatkan dalam berbagai peran.
BalasHapusLentur
BalasHapusSaya melihat berpikir spiritual sebagai instrumen manajemen adalah pendekatan yang relevan dan bermanfaat, terutama dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih bermakna, etis, dan manusiawi. Dalam konteks manajemen, spiritualitas bukan sekadar agama, tetapi cara pandang yang mendalam terhadap nilai-nilai, tujuan, dan makna dalam setiap keputusan dan tindakan. Alasan Mengapa Berpikir Spiritual Efektif dalam Manajemen karena Berpikir spiritual membantu manajer memahami bahwa karyawan bukan hanya alat produksi, tetapi individu yang membutuhkan pengakuan, rasa hormat, dan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi.
BalasHapusPandangan saya "Spiritualitas", dalam konteks ini, berfungsi sebagai elemen yang menyatukan dan memberikan makna lebih dalam pada pertemanan. Spiritualitas bukan hanya tentang agama atau kepercayaan, melainkan suatu dimensi yang "given" atau bawaan, yang sudah ada sebelum individu menyadarinya. elemen bawaan yang lentur dan esensial, berfungsi sebagai penghubung atau penguat dalam dinamika hubungan dan organisasi.
BalasHapus